Ft : pixabay.com Edt: RB |
Ba’ato Bastrasia Smanduwon-Reza
Fauzi,berasal Sulawesi Tenggara, saat itu kuliah di Universitas Negeri
Gorontalo di Jurusan Bahasa Indonesia, hobynya menulis karya sastra dan baca
puisi lohh, kalian bisa sharing dengannya melalui facebook reza fauzi. di baca
dramanya yah?
LOINANG
Karya :
Reza Fauzi
Drama
ini diangkat dari penelitian studi etnografi siswa SMA Negeri 1 Toili yang
ingin melihat lebih dekat perjuangan hidup masyarakat pedalaman suku Loinang
yang hidup di daerah kecamatan Toili. kabupaten Banggai. Sulawesi tengah.
Sebuah kehidupan yang sangat jauh dari hiruk pikuk. Perhatian dan kepedulian
pemerintah seakan tidak terlihat disana.
Langit
bermendung. Udara berwarna kelabu. Dari jarak yang tidak begitu jauh terlihat
pegunungan Uwemea yang tak Nampak lagi pesona keindahannya seakan telah di curi
oleh pekat di pagi yang menjelang siang waktu itu. Kelompok studi etnografi
siswa SMA yang sejak pagi telah bersiap
di kaki gunung masih saja ragu untuk dapat membuka rahasia yang tersembunyi di puncak gunung
uwemea. Keragu-raguan yang menutupi semangat siswa-siswi tiba-tiba hilang
ketika ketegaran dan jiwa berapi-api dari sosok seorang wanita yang merupakan
guru pembimbing penilitan itu membakar endapan kabut yang sudah sejak tadi
menyelimuti semangat siswa-siswi.
Ibu Herma : Abdul..!! (dengan nada datar)
Abdul : Iya bu, ada apa?
Ibu Herma : Tolong
dicek kembali semua perlengkapan yang akan kita bawa. Dan jangan lupa
persediaan obat-obatan!
Abdul : Iya Bu.. Tapi mohon maaf sebelumnya bu, apakah tidak lebih baik
kalau kita berangkatnya besok pagi saja? Cuaca masih dalam keadaan tidak baik
bu, akan sangat beresiko buat kita semua. Kita kan masih bisa menginap untuk
satu malam lagi di kaki gunung ini bu.
Ibu Herma : Benar
Dul, hanya saja seprti yang kita ketahui bahwa pola hidup masyarakat Loinang
itu nomaden dul. kita sudah dua hari berada di kaki gunung ini sementara surat
izin yang diberikan oleh pihak sekolah hanya 5 hari. Ibu khawatir apabila
semakin banyak waktu yang terbuang, kemudian nanti kita tidak bertemu dengan
objek penelitian kita.
Pak Dim : (Yang
Sejak tadi menyimak pembicaraan Ibu Herma dan Abdul) Ibu Herma saja berani,, masa kalian yang umurnya jauh lebih
muda semangatnya mau dikalahkan? (membakar semangat murid-murid)
Abdul : Kalau semuanya siap, saya juga pasti siap!!
Bagaimana teman-teman?
Ambo : Berarti kalau kita tidak siap kamu juga tidak siap?? Jangan
bergantung begitu Dul, kita semua harus punya keberanian diri yang lahir dan
tumbuh dari diri. Seperti saya. Hehe.. ayo, tidak usah menunda banyak waktu!!
Fitri : hmm… Sok jadi jagoan kamu mbo!!
Abdul : siapa takut? Ayo!! nantikan kami masyarakat Loinang!! (dengan
wajah yang terlukis semangat) Kami semua siap kalaupun harus berangkat hari ini
bu. (diikuti pernyataan siap oleh teman-teman yang lainnya)
Ibu Herma : (Dengan
senyum yang penuh semangat) Yaa sudah, cepat kalian persiapkan semua
perlengkapan yang akan kita bawa. Hari sudah siang, jangan sampai kita
kemalaman dijalan.
Pak Dim : Semangat!
Sebentar lagi kalian akan menemukan pengalaman baru yang belum tentu semua
orang memiliki kesempatan seperti ini (sambil menyalakan rokok yang sudah sejak
tadi dipegangnya)
Mereka
pun bergegas mempersiapkan semua perlengkapan yang akan mereka bawa. Langit
masih saja menurunkan hujan. Sesekali terdengar dentuman petir. Namun bukan
menjadi suatu penghalang bagi mereka, semangat yang kali ini terbangun melebihi
butiran air hujan yang turun di siang itu.
Setelah
menunggu beberapa lama hujan pun perlahan mulai redah, hingga pada akhirnya
mereka memulai langkah yang di temani kabut, menuju hutan gunung uwemea.
Mengisi perjalanan dengan canda tawa
menjadi pilihan yang terjadi secara alamiah. Namun belum begitu jauh dari
tempat keberangkatan, langkah mereka pun tiba-tiba terhenti.
Pak Dim : Jangan
keenakan bercanda. Apa tidak ada yang kalian lupa? (dengan nada santai namun
serius)
Ibu Her : Jangan
bercanda,, apa pak? (seakan tidak percaya)
Ambo : Apa? Sepertinya sudah cukup berat pak yang ada di pundak saya
ini.
Pak Dim : Bukan
barang yang saya maksud. Tapi apakah kita tidak membutuhkan juru bicara untuk
menemani kita disana? Karena sepengetahuan saya mereka belum begitu paham
dengan bahasa Indonesia.
Tomy : Emangnya bahasa apa yang mereka gunakan pak?
Pak Dim : Dari
informasi yang bapak tahu mereka menggunakan bahasa saluan, tapi itupun sudah
berbeda dengan saluan yang kita tahu pada umumnya
Ibu Her : Sebaiknya
ada diantara kita yang bersedia kembali ke
desa untuk mencari salah satu warga yang paham dengan bahasa yang mereka
gunakan dan bersedia pula untuk menemani perjalanan kita. Siapa yang mau
menemani ibu untuk kembali ke desa?
Pak Dim : Jangan
ibu yang pergi, biar saya saja. Perjalanan kita masih cukup jauh untuk sampai
di tempat tujuan, ada baiknya kalau ibu menyimpan tenaga.
Abdul : kalau begitu biar saya saja yang menemani bapak untuk kembali ke
desa. Ibu dan teman-teman menunggu disini saja.
Akhirnya
Pak Dim dan Abdul kembali ke tempat awal mereka, yaitu didesa uwemea yang
terletak di kaki gunung. Rahasia dari sebuah kebudayaan masyarakat Loinang yang
membuat semangat mereka tetap terbakar. Setelah menempuh jarak yang belum
begitu jauh akhirnya mereka sampai desa.
Abdul : siapa yang harus kita minta bantuannya
disini pak?
Pak Dim : Kita
kerumah pak kepala Desa saja dulu dul, kita minta informasi dari dia. Siapa
tahu dia bisa mengutus masyarakatnya untuk mendampingi penilitian kita.
Abdul : Okelah kalau begitu! Hehe (sedikit bercanda)
Pak Dim : hehe.
. Abdul Abdul!!
Abdul : (kaget) ekh, pak! Bukannya ini rumah pak Kades?
Pak Dim : Oia
Dul, hampir saja lewat. Ayo kita masuk.
Pak Dim : Assalamualaikum!
Salammualaikum!
Pak Kades : Wa’alaikumussalam!
Silahkan masuk.
Pak Dim :
Makasih pak..
Pak Kades : Iya,,
ngomong-ngomong ada perlu apa pak?
Pak Dim : Maaf
mengganggu. Begini Pak, kami dari kelompok studi etnografi SMA Toili yang ingin
melakukan penelitian mengenai suku pedalaman yang ada di daerah ini. Kebetulan
kami mendengar informasi mengenai masyarakat Loinang. Dan kami membutuhkan juru
bicara untuk kelencarannya penelitian kami, sekiranya kami memohon bantuan
bapak.
Pak Kades : hmm.. iya pak, coba bapak hubungi pak Lego,
rumahnya tidak jauh dari sini berjarak lima rumah dari rumah saya.
Pak Dim : Terima
kasih atas bantuannya pak, kalau begitu kami berdua permisi, kami mau langsung
ke rumah pak Lego saja. Maaf terburu-buru soalnya teman-teman yang lain sudah
menunggu kami di perjalanan. Permisi pak.
Pak Kades : iya,
sama-sama. Hati-hati dijalan, semoga lancar perjalanannya!
Perjalananpun
mereka lanjutkan kerumah pak Lego. Sesampainya dirumah pak Lego merekapun
langsung bertemu dengan pak Lego dan tanpa basa-basi mengutarakan maksud dan
tujuan mereka menemui pak Lego. Pak lego tidak merasa keberatan untuk menemani
kelompok mereka. Dan pada akhirnya bersama pak Lego mereka pergi menyusul
teman-teman mereka yang sudah cukup lama menunggu kedatangan mereka.
Setibanya
di tempat teman-teman mereka menunggu, Pak Dim langsung memperkenal-kan pak
Lego kepada seluruh anggota kelompok mereka.
Pak Dim : Ini
adalah Pak Lego, beliau yang akan menemani perjalanan kita dan beliau yang
nantinya akan menjadi juru bicara kita.
Ibu Herma : Terima
kasih sebelumnya Pak Lego sudah mau bersedia untuk meluangkan waktunya menemani
perjalanan kami. Tentunya ini akan lebih memper-mudah penelitian kami. Sekali
lagi terima kasih pak.
Pak Lego : Iya,
sama-sama bu. Buat saya adalah satu kebanggan ketika saya bisa untuk menemani
siswa-siswa dalam proses pendidikan mereka, dan semoga saja teman-teman semua
mampu untuk membawa perubahan yang lebih baik kedepannya untuk masyarakat, dan
khususnya masyarakat loinang yang kali ini menjadi objek penelitian
teman-teman.
Ibu Herma : Amin!
(diikuti oleh semua siswa)
Pak Lego : Ayo
kita lanjutkan saja perjalanannya. Hari sudah semakin siang. (sambil berjalan
melanjutkan perjalanan)
Ibu Herma : Ayo,
tetap semangat adik-adik!
Siswa : Maju tak gentar bu!! Haha ( tertawa beramai-ramai, sambil
melanjutkan perjalanan mereka)
Fitri : Ibu,, kita akan sampai jam berapa di tempat tujuan? Sepertinya
tidak ada tanda-tanda kehidupan? Padahal kita berjalan sudah cukup jauh bu. .
(mengeluh)
Isna : Iya bu. . Cape bu. Sebenarnya dimana tempat masyarakat loinang
tinggal? Ini dah sore bu, tapi sama sekali tidak ada yang menandakan kalau
hutan ini berpenghuni.
Fitri : Yang ada mungkin juga kera yang jadi penghuni hutan ini!
Ibu Herma : Huss!!
Isna. . Fitri. . tidak boleh bicara seperti itu! Ibu kan sudah katakan
sebelumnya sama kalian kalau masyarakat loinang itu memiliki pola hidup
nomaden, artinya kalau mereka selalu berpindah-pindah tempat tinggal. Jadi kita
harus bisa sabar.
Isna : Kalau ternyata mereka sudah tidak ada di hutan ini lagi bagaimana
bu?
Ibu Herma : Ibu
yakin pasti mereka masih ada disini, karena sebelumnya Ibu dengan Pak Dim sudah
mencari informasi tentang mereka. Dan begitupun menurut masyarakat uwemea. Iya
kan pak? (sambil bertanya pada Pak Lego yang tepat berada di depan mereka)
Pak Lego : Iya,
masyarakat uwemea yang sering naik kehutan ini masih sering bertemu dengan
mereka. Dan terkadang mereka juga masih sering turun ke desa Uwemea untuk
menukarkan hasil kebun mereka dengan kebutuhan lainnya yang mereka butuhkan.
Ibu Herma : pokoknya
kalian harus tetap semangat! Kalian generasi yang nantinya akan menentukan masa
depan seluruh lapisan masyarakat di negeri ini, tanpa terkecuali!
Pak Dim : woyy!!
Ayo, tetap semangat! Lihat sana! Itu sepertinya tempat tinggal mereka!
(berteriak kearah yang lainnya yang berada di belakang)
Dengan
semangat yang berapi-api mereka pun mempercepat langkah menuju arah telunjuk
Pak Dim. Namun setelah dekat dengan tempat yang dimaksud, tidak Nampak seorang
pun yang ada disana. Bahkan rumah panggung yang kecil dan terbuat dari kayu
serta nipa itu pun Nampak sudah lama tidak berpenghuni.
Abdul : Kosong? (heran)
Tomy : Iya, sepertinya mereka sudah pindah. Dan ini merupakan rumah
bekas peninggalan mereka.
Pak Lego : Benar
de,ini tempat tinggal mereka hanya saja, sepertinya mereka belum terlalu lama
meninggalkan tempat ini, dan mereka masih tetap ada di hutan ini kalau menurut
saya.
Pak Dim : Kalau
begitu kita teruskan lagi perjalanan ini! (rasa penasaran)
Ambo : Jangan menyerah. . oh. . jangan menyerah. . (menyanyi. Berusaha
menghibur teman-teman yang sudah kelelahan)
Abdul : Lanjutkan!! Hehe
Ibu Herma : Nah,
harus begitu. . tetap pertahankan semangat kalian!
Meskipun
sedikit kecewa, namun mereka tidak putus asa dan tetap melanjutkan
perjalanannya karena, rasa penasaran dan semangat yang lebih besar daripada
kekecawaan yang ada.
Raja
siang pun Nampaknya sudah berangsur-angsur kembali ke peraduannya. di tengah
kejenuh-an karena hari sudah mulai gelap sementara tanda-tanda pun tidak sama
sekali terlihat, tiba-tiba terdengar semacam teriakan-teriakan yang begitu
samar di telinga mereka. Sehingga mereka lebih mempercepat langkah mereka
menuju kearah suara itu yang mereka yakini bahwa suara itu adalah suara
manusia. Pada akhirnya tepat didepan mereka sesosok wajah yang dari
perawakannya begitu asing, hanya sejenis koteka yang terbuat dari potongan kain
yang menempel pada tubuhnya. Tanpa kata dan hanya memberikan isyarat, manusia
asing itupun mengajak mereka untuk ikut bersama dia.
Pak Lego : Karena
hari telah gelap, Sepertinya dia menginginkan kita untuk menginap dirumah
mereka.
Ibu Herma : Kita
ikuti saja pak, bukankah itu adalah salah satu maksud baik tarhadap kami?
(tanpa ragu)
Pak Dim : Saya
rasa seperti itu. Bagaimana teman-teman? (sedikit berbisik pada siswa-siswa)
Abdul : Iya pak, saya setuju (sambil mengangguk-anggukan kepalanya, yang
diikuti oleh teman-teman lainnya)
Tidak
begitu jauh mereka berjalan, mereka pun tiba di tempat yang di maksud oleh
orang yang masih mereka anggap asing. Seperti terhipnotis mereka pun di
persilahkan untuk masuk kedalam sebuah rumah yang berbentuk pondok. Tampak 2
buah obor berukuran sedang menempel pada dinding kayu rumah itu. Ada 2 orang
perempuan dan 3 orang laki-laki sudah termasuk juga laki-laki yang mengajak
mereka ke rumah itu. Laki-laki yang pertama terlihat sudah cukup tua. Tanpa
suara yang keluar dari mulut satu persatu, mereka semua saling berjabat tangan.
Dan dengan model sila mereka duduk saling berhadapan antara dua kelompok yang
berbeda dan belum saling mengenal, hingga pada akhirnya
Ambo : (seakan baru tersadarkan) Loinang!! Mereka adalah masyarakat
loinang bu! (dengan gaya keceplosan yang memecahkan suasana hening)
Ibu Herma : ssstt.
. ! jangan ribut Ambo! Mereka bisa marah pada kita apabila mereka merasa
terganggu. (sedikit berbisik pada Ambo)
Ambo : maaf. . Keceplosan bu! (berbisik)
Ibu Herma : Pak
Lego! Mungkin bapak bisa memperkenalkan kami kepada mereka.
Pak Lego : Oia
Bu,, Maaf. . apa yang harus saya katakan kepada mereka?
Ibu Herma : Bilang
saja kalau kami datang dari Toili, kemudian tanyakan nama mereka.
Pak Lego : Kami
Lengkati Toili. Ihe na sanggonyo?? (artinya: Kami datang dari toili. Kalau boleh
tahu siapa nama-nama kalian? Bertanya kearah Tumali)
Tumali : Aku Tumali. Aya Babinsa, aya helikopter (memperkenalkan juga dua
orang laki-laki disampingnya) aya Sulawesi, aya komputer (dan dua orang
perempuan dibelakangnya)
Pak Lego : Saya
Tumali. Dia Babinsa, dia helikopter, dia Sulawesi dan dia komputer
(menerjemahkan bahasa Tumali dan sambil menunjuk kearah masing-masing orang
yang diperkenalkan)
Ibu Herma : Maaf
sebelumnya, kalau kami mengganggu. Ada berapa kepala keluarga yang tinggal
disini? (bertanya kearah Pak Lego)
Pak Lego : Mo
maafi kami, barapanyo ubak kaluarga diyo?
Tumali : Sambatu!
Pak Lego : Satu!
Abdul : Hanya satu? Yang lainnya kemana?(menyerobot mengeluakan
pertanyaan yang diarahkan pada pak lego, berharap diterjemahkan)
Pak Lego : Sambatu?
Moyamo taman-taman?
Tumali : Manjo’on!
Pak Lego : Jauh!
maksud dia teman-teman mereka masih jauh lagi dari tempat ini (menjelas-kan pada Abdul.
maksud dia teman-teman mereka masih jauh lagi dari tempat ini (menjelas-kan pada Abdul.
Pak Dim : Apa
tidak lebih baik kita bertanya-tanya besok pagi saja bu? Ini kan sudah malam,
mungkin saja mereka ingin beristirahat.
Ibu Herma : Kalau
mereka masih bersedia untuk di Tanya, saya rasa tidak ada salahnya juga pak.
Pak Lego, bisa
tolong tanyakan pada mereka apakah sudah ingin beristirahat atau belum?
Pak Lego : Mba
mo hoyot komiu?
Tumali : Mba. .!
Pak Lego : belum
bu, mereka belum ingin beristirahat.
Saya rasa ada
baiknya kalau kita banyak bertanya mala mini saja, karena besok pagi mereka
pasti pergi berburu dan belum tentu masih bisa ketemu kita lagi.
Pak Dim : Baiklah,
kalau begitu siapa diantara kalian yang ingi bertanya di persilahkan (kearah
siswa-siswa)
Ambo : Saya Pak!
Pak Dim : Silahkan,
langsung saja. Nanti akan di translate oleh Pak Lego
Ambo : Apa yang menyebabkan mereka bisa tinggal di tempat ini? kenapa
tidak tinggal didesa saja? Di desa kan rame dan enak?
Pak Lego : Apanombau
komiyu jojong i’aya? Kada, mba jojong’i desa? Jojong’I desa rame baru enak.
Tumali : Kami jojong’I aiya, misa hambak I butong lantaran na’utu dagik ko
perang antara ohua suku, antara nene’ moyangi kami sahingganyo molibat belie
kaluargai kami. Desa manjoon mombakalae!
Pak Lego : Kami
tinggal di tempat ini, pada awalnya bukan keinginan kami. Tetapi karena nenek
moyang kami lari ke hutan pada saat terjadi perang antar suku pada waktu itu.
Sehingga sampai pada keturunan kami saat ini. Desa banyak perkelahian!
Ambo : Ooo… (sambil angguk-angguk)
Abdul : Kalau ada yang meninggal bagaimana proses pemakamannya? (mengarah
pada pak Lego)
Pak Lego : Musia
kalu dagik ko mian anu mate?
Tumali : Dagi ko mian mate mbak o kubur. Kami taro i pohon anu daka, sampe
jasad mian anu mate aijo monjadi tulang, baru kami mompoanyor i uwe.
Pak Lego : Kalau
ada yang mati tdak kami kubur. Kami taruh di pohon yang besar sampai jasadnya
menjadi tulang belulang, kemudian kami hanyutkan di sungai.
Abdul : waoww…! (terkejut)
Fitri : apa yang jadikan buruan mereka untuk makan?
Pak Lego : Apa
na owau komiyu, kalu moliu binatang anu buru?
Tumali : bau!
Pak Lego : Babi!
Ibu Herma : Sepertinya
sudah cukup larut, ada baiknya kalau kita bersiap untuk mendirikan tenda diluar
untuk tempat kita tidur.
Pak Dim : Iya!
Ibu Herma : o
ia pak Lego, tolong berikan sembako ini pada mereka
Pak Lego : ia
bu
Setelah
Puas berbincang-bincang akhirnya mereka pun bergegas untuk mendirikan tenda,
dan malam itupun menjadi pengalaman yang tak terlupakan karena begitu banyak
sisi dari kehidupan ini yang belum mereka ketahui. Begitu banyak rahasia yang
masih tersimpan sebagai rahasia alam. Hidup layak dalam sebuah Negara adalah
kepedulian semua pihak dan tanggung jawab semua individu untuk peduli sesama.
Semua berhak untuk mendapatkan hidup yang lebih layak!
Miss You Loinang
No comments:
Post a Comment